Rabu, 09 Agustus 2023

Buku Pelajaran Sejarah Kurikulum Merdeka Kelas XII

 Hallo pembaca semua, buku pelajaran Sejarah kelas XII ini merupakan rujukan dari pemerintah sesuai CP (Capaian Pembelajaran) sehingga dapat digunakan dengan mudah keudian dapat disesuaikan dengan Alur Belajar yang ada dilingkungan belajar masing-masing.

Penerbit
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknolog

Senin, 24 Juli 2023

Pendakian Gunung

Oleh: Cece Ubaedilah 

Catatan sejarah tentang pendakian gunung sangatlah minim, namun diketahui bahwa melakukan perjalanan panjang melewati hutan hingga ke puncak sudah dilakukan oleh masyarakat Indonesia pada zaman dahulu. Aktivitas yang dilakukan bukan benar-benar mendaki gunung seperti yang berkembang saat ini, tetapi tujuannya adalah untuk kebutuhan sehari-hari atau kebutuhan spiritual, kebutuhan makanan, atau untuk melakukan ziarah.

Dok. Pribadi Penulis 
Tanpa disadari, aktivitas tersebut kemudian menjadi hal yang kerap dilakukan masyarakat Indonesia hingga saat ini, khususnya bagi masyarakat lokal. Menempuh perjalanan yang terbilang cukup jauh, melewati medan yang sulit, ditambah kondisi cuaca yang susah ditebak menjadi hambatan tersendiri. Tetapi dengan niat yang kuat untuk memenuhi kebutuhan hidup, hambatan pun dapat dihadapi dan dilalui.

Sejarah Pendakian Gunung di Dunia

Pada abad 13 dan 14, masih banyak gunung yang tidak bisa dijamah oleh manusia, bahkan masih terisolasi. Hingga pada akhir abad ke-19, Antoine de Ville melakukan pendakian gunung pertama kali di dunia. Tepatnya pada tahun 1492 di Mont Aiguille. Pada saat itu, Antoine de Ville diperintahkan oleh Charles VII, Perancis. Untuk mengukur skala gunung yang belum terjamah manusia, yang kemudian dinamakan Mont Aiguille tersebut.

Dikarenakan pada saat itu kawasan gunung masih kental untuk urusan keagamaan dan penelitian meteorologi, maka tim Antoine berharap bisa bertemu dengan Dewa di puncak gunung. Namun ternyata, mereka hanya menemukan hamparan padang rumput yang luas.

Hingga tahun 1852, kegiatan mendaki gunung merupakan aktivitas akademik. Di mana para ahli berlomba untuk mengukur ketinggian puncak-puncak gunung untuk diteliti. Mereka bahkan takjub ada puncak di Irian Jaya yang terletak di garis khatulistiwa, tetapi terdapat salju di sana.

Beberapa tahun kemudian, kegiatan puncak gunung berubah tujuannya, dari penelitian akademik menjadi ajang olahraga. Hal ini digawangi oleh Alfred Wills yang meletakkan sebuah tanda di Pegunungan Alpen. Yaitu di Puncak Wetterhorn, titik bahwa dialah orang yang menggawangi peristiwa bersejarah tersebut. Lalu pada 1857, sebuah klub pendakian pertama dibentuk di Inggris yang bernama Alpine Club.

Catatan Sejarah Mendaki Gunung di Indonesia

Menurut catatan yang ada, di tahun 1700-an kegiatan menyusuri hutan hingga tebing untuk mencari sarang burung walet gua di tebing-tebing Kalimantan Timur atau di Karangbolong-Jawa Tengah pernah dilakukan. Kegiatan tersebut bisa jadi merupakan salah satu awal mula inspirasi kegiatan mendaki gunung di Indonesia. Tempat itu bisa menjadi bukti bahwa masyarakat pada zaman dahulu sudah beraktivitas menyusuri gunung untuk berbagai kebutuhan.

Kemudian semakin berkembangnya waktu, kegiatan mendaki gunung dengan tujuan menikmati alam hingga ke puncak pun muncul dan populer hingga saat ini. Tentunya, perlu dibarengi dengan pengetahuan yang ada, persiapan yang matang, agar perjalanan tetap aman dan nyaman, serta dapat meminimalisir resiko yang mungkin terjadi.

Tahun 1964 tercatat sebagai tahun terbentuknya kelompok pecinta alam di Indonesia yang dibentuk oleh mahasiswa, yaitu Mapala UI di Jakarta dan Wanadri di Bandung. Di tahun tersebut, pendakian berhasil dilakukan di Puncak Carstensz dengan ketinggian 4884 mdpl oleh pendaki Jepang beserta 3 ABRI, yaitu Fred Athaboe, Sudarto, dan Suginin yang tergabung dalam Ekspedisi Cendrawasih. Setelah tahun tersebut, banyak kegiatan pendakian gunung yang dilakukan di gunung-gunung di Indonesia. Hingga pada 1971, Mapala UI berhasil mencapai Puncak Jaya Wijaya yang dilakukan oleh anggota Mapala UI serta beberapa orang di luar kelompok.

Meskipun sekarang kegiatan mendaki gunung dilakukan oleh banyak orang, tetapi pendakian gunung tetap merupakan kegiatan yang tidak bisa dilakukan sembarangan. Banyak hal yang harus diperhatikan oleh setiap pendaki, terutama tentang kesiapan fisik. Terlebih ketika gunung yang ditargetkan untuk didaki adalah gunung yang begitu tinggi dengan medan pendakian yang tidak mudah untuk dilalui. Selain kesiapan fisik, peralatan mountaineering yang memadai juga wajib disiapkan.

Sumber :eigeradventure.com


Selasa, 06 Juni 2023

Tulang Punggung

sejarah31.com- 23 Juli 2022 hari kedua mengajar di sekolah setelah libur panjang, pada awal-awal pembelajaran saya biasanya melakukan sesi wawancara dengan pesertadidik, namun tidak secara keseluruhan saya lakukan wawancara biasanya sample atau mereka yang memiliki prilaku secara kasat mata cukup super tentunya jika dilihat dari sudut pandang orang dewasa. Hal ini bertujuan untuk mendiagnosis dan menemukan obat yang tentunya baik. 

Wawancara kali ini tema nya tentang melanjutkan sekolah ke perguruan tinggi, awalnya tentu saya melontarkan pertanyaan ini secara umum untuk melihat respon secara acak. Dari 20 siswa hanya ada 1 orang yang berencana untuk kuliah, sebenarnya lingkungan di sini memang belum sampai situ pernah ditahun kemarin saya bertanya perihal yang sama pada peserta didik ada respon yang sangat mendasar menganggambarkan tentang lingkungannya, jawaban sederhana itu adalah, karena mereka yang kuliah lebih banyak menganggur dan tidak kerja. 

Ternyata masih banyak peserta didik saya yang beranggapan jika sekolah akan berkorelasi dengan penghasilan. Selanjutnya saya coba menjelaskan tentang bagaimana sekolah sebenarnya membangun lingkungan jadi bersekolah itu bukan untuk pribadi tapi untuk lingkungan sekitar lingkungan yang kuat tentunya kumpulan dari banyak pribadi yang terpelajar dan menganggur tidak ada kaitanya dengan sekolah, entah mengerti atau tidak tetapi rasa-rasanya saya harus menyampaikan ini pada mereka.


Kembali pada kelas tadi, 1 orang yang ingin kuliah ok lebih baik dari pada tidak ada sama sekali, namun yang mencuri perhatian adalah peserta didik perempuan yang berinisial "ST" anak ini telah mencuri perhatian saya semenjak pertama kali jumpa di kelas X karena kecerdasannya cukup baik ketimbang temannya, namun masuknya ST ke sekolah juga membawa kisah cukup aneh, ST ini adalah seorang siswi yang cerdas bahkan menjadi murid teladan semasa SMP, namun impiannya masuk sekolah Negeri terkubur karena tertinggal informasi dan ketidak tahuan orang tua, begitupun saat tahun berikutnya pupus sudah impian di sekolah negeri. Cerita dari orangtunya ST ini semakin sering menyendiri tetapi sendirinya dia tidak terlepas dari bacaan, baik koran ataupun buku paket, ibunya sempat bingung, akhirnya berkonsultasi dengan sekolah tempat saya mengajar ST masuk pertengahan semester satu.

Desas desus tentang kecerdasannya tidak diragukan lagi di kantor semua membicarakannya namun semua pengajar bingung bagaimana berkomunikasi dengannya, karena ia hanya akan menjawab saat diberikan pertanyaan dan mengangguk jika jawaban itu hanya ya atau tidak, saat diskusi ia lebih sering dibelakang layar dan membantu menjawab pertanyaan yang di tujukan pada kelompoknya di atas kertas ST ini memang tidak diragukan cemerlang. Sekarang ST sudah kelas XII belum ada satupun guru yang tahu ia akan melanjutkan ke perguruan tinggi atau menjadi masyarakat pada umumnya. Hari itu saya mencoba melakukan wawancara dengan ST.

"Nak apa rencana kamu setelah lulus dari sekolah ini?"

"Kemungkinan saya akan bekerja, karena saya adalah tulang punggung, anak paling besar di keluarga." Keputusan ini sebenarnya hak dari ST namun jawaban ini juga belum sepenuhnya utuh karena saya masih melihat ada yang di sembunyikan oleh ST. 

"Oh Sudah Kuat?"

"Maksudnya Pak kuat Bagaimana?"

"Menjadi tulang punggung? kalo belum kuat nanti bengkok lebih lagi patah hehe," senyum di akhir mencoba mencairkan suasana perbincangan kami, karena ST masih dingin menanggapi pertanyaan saya. setelah itu barulah ST bercerita tentang rencana sesungguhnya. Dalam benaknya ST masih bermimpi untuk Kuliah bahkan ia mengeluarkan kalimat yang membuat saya cukup terkejut,

"Untuk apa saya juara satu bahkan Juara umum jika pada akhirnya saya tidak sekolah." ungkapan ini menggambarkan jika ST memiliki mimpi yang lebih jauh namun dibuat kerdil oleh lingkungannya. selama percakapan ST terus tertunduk ia tak banyak bicara, selanjutnya ia bercerita jurusan yang ia minati dan mimpinya ke depan.

Pesan saya pada ST, jadilah tulang punggung yang kuat, salah satu alat untuk menguatkan tulang punggung adalah pendidikan jangan sampai menjadi tulang punggung yang rapuh karena akan menghasilkan sesuatu yang mudah roboh. 

"Tujuan Pendidikan itu Untuk Mempertajam Kecerdasan, Memperkukuh Kemauan Serta Memperhalus Perasaan" Tan Malaka


Garut 2022

Kontributor : Wawan Hermawan 

Sabtu, 03 Juni 2023

"Mari kenalkan sikecil pada buku"

 sejarah31.com- Membiasakan membaca buku pada anak tidak bisa secara instan, perkenalan dengan buku harus dimulai sedini mungkin. Perkenalan ini bermaksud untuk membangun minat baca mereka pada buku, banyak sekali penelitian mengenai manfaat membaca buku pada anak, Strouse (2018) dalam sebuah penelitian menunjukkan bahwa buku memberi pengaruh dalam membantu anak-anak untuk memahami, menyesuaikan diri, dan berperan di lingkungan terdekatnya. 

Sedikitnya ada 6 manfaat penting dari buku bagi anak-anak, 

  1. perkembangan berfikir simbolik,
  2. Pemahaman antara fantasi dan kenyataan
  3. penguasaan bunyi, huruf, kata, dan kalimat
  4. keterampilan memecahkan masalah
  5. pemahaman nilai moral
  6. kegembiraan.
ke enam manfaat ini akan dirasakan anak dan juga orang tua jika didekatkan dengan buku dalam kesehariannya, selain itu kita juga sama-sama memahami jika dunia anak-anak adalah dunia main dan bermain banyak sekali manfaatnya bagi anak-anak terutama yang sedang dalam masa pertumbuhan, lantas apa hubungannya buku dengan bermainnya anak-anak. Bagi anak-anak yang belum bisa membaca perkenalan dengan buku adalah dengan cara yang berbeda mereka akan melihat buku sebagai alat bermain mereka, maka jiga kita salah memberikan buku pada fase perkembangan tersebut maka bisa-bisa buku tersebut hanya akan jadi robekan kertas dan pada akhirnya hanya menjadi sampah.

Selain jenis buku kita juga harus mengenal fase baca pada anak-anak supaya apa yang kita suguhkan tidak terlalu cepat dan tidak terlalu lambat menurut Jeanne S. Chall, seorang psikolog, pendidik, dan ahli literasi anak usia dini dalam bukunya yang berjudul Stages of Reading Development mengidentifikasi 6 tahap perkembangan membaca ini beserta karakteristik di setiap tahapnya. Proses membaca yang dimaksud bukan hanya pada pengenalan huruf namun juga makna dari setiap bacaan.

Dalam setiap fase membaca terbagi kedalam usia tertentu dengan istilahnya masing-masing berikut tahapan membaca menurut Jeanne S. Chall

1. Pre-Reading (6 bulan - 6 tahun)

Tahap pertama ini disebut dengan pre-reading, dalam tahap ini anak-anak masih dalam tahap belajar sehingga anak-anak akan melakukan kegiatan seolah-olah sedang membaca. Maka pada fase ini anak-anak perlu didampingi karena informasi yang ia serap adalah tiruan dari orang dewasa yang sering membacakan buku untuknya. Secara perlahan anak anak akan mulai mengenal huruf dan juga bentuk dari apa yang sering dibacakan. Pada fase ini anak-anak juga mengenal buku sebagai mainan, sehingga buku-buku bergambar dan tebal lebih disarankan.




2. Initial Reading & Decoding (6-7 tahun)

Pada tahap ini anak-anak sudah pada tahap membaca sesungguhnya, karena di usia ini anak sudah mulai mengenali hubungan antara huruf dan bunyinya (fonologi) serta mulai membaca teks singkat yang terkandung kata-kata sederhana. Agar kemampuan baca anak optimal, sediakan banyak buku cerita sederhana pada anak kemudian mulailah membiarkannya membaca secara mandiri. Fase ini juga keterlibatan orang tua masih sangat berperan karena anak-anak masih membutuhkan bantuan sesekali ketika mereka tidak memahami kata ataupun kalimat baru yang mereka temukan, sehingga orang tua perlu ada dan mendampinginya sesekali orang tua juga perlu membacakan buku bagi anak-anak di usia ini. Jika orang tua memiliki keterbatasan dengan jumlah buku yang dimiliki perpustakaan dapat menjadi solusi, atau menggunakan jejaring internet dengan memanfaatkan buku-buku digital. Beberapa jejaring yang bisa membantu orang tua dalam mengenalkan bacaan pada fase ini. Silahkan Klik tautan di bawah.


3. Confirmation & Fluency (7-8 tahun)

Anak- anak pada usia ini sudah mulai memupuk kemandirian dalam membaca dalam tahap ini sudah dapat memahami konteks dan cerita lebih dalam lagi. Tidak hanya sampai disitu, si anak juga mulai bisa mengaitkan apa yang ia baca dengan apa yang dengan yang ia alami dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya cerita dengan tema pertemanan di sekolah, kegiatan harian di rumah, dan tema-tema lainnya yang dekat dengannya. Pembaca pada usia ini juga dikenal dengan pembaca awal B2, sehingga saat menyuguhkan buku-buku di usia ini biasanya teks bacaannya sudah lebih dari 3 baris. Contoh buku kategori B2 
Penerbit
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi
ISBN
978-602-244-928-7
Edisi
1
Penulis
Ana Falesthin T. A.




4. Reading for Learning the New (9-14 tahun)

Pada tahap ini, anak-anak mulai membaca untuk tujuan mempelajari pengetahuan serta ide baru. orang tua dapat memberikan berbagai jenis bacaan untuk ia baca, mulai dari buku cerita yang lebih panjang, koran, majalah, dan sebagainya. 

5. Multiple Viewpoints (15-17 tahun)

Selanjutnya tahapan perkembangan membaca dari anak-anak menuju remaja di fase ini sejatinya sudah mampu membaca tulisan yang lebih abstrak, kompleks, dan mengandung banyak berbagai perspektif berbeda, diharapkan juga sudah mulai menganalisis dan bersikap kritis terhadap apa yang sedang ia baca. Ajak anak remaja Anda untuk membaca buku dengan bidang ilmu dan tema yang beraneka ragam, agar pengetahuannya semakin bertambah. Posisikan diri anda sebagai rekan diskusi anak anda yang sedang bertumbuh remaja.

6. Construction & Reconstruction (18 tahun ke atas)

Fase ini diharapkan sudah dapat memahami bacaan dengan baik dan bersikap kritis dengan apa yang dibaca. 

Membaca  berfungsi untuk mengintegrasikan pengetahuan yang ia dapatkan dengan pengetahuan orang lain. Seperti di aungkapkan di awal jika kemampuan membaca tidak akan tumbuh dengan sendirinya dan memang harus terus diasah, hal yang sering dilupakan adalah memulai namun tiba-tiba menginginkan hasil yang sama dengan jarak mulai yang berbeda.

"Mari kenalkan sikecil pada buku" 😊