Pentingnya Makanan Sehat Menurut Ibnu Khaldun: Menguatkan Jiwa dan Ruh Melalui Makanan Halal dan Thayyib
![]() |
| Buku Pembuka dari Ibnu Khaldun |
Pandangan Ibnu Khaldun—bahwa makanan adalah penentu fundamental bagi tabiat atau karakter manusia—memiliki relevansi yang mendesak di era modern ini. Makanan bukan hanya kebutuhan fisik, tetapi juga memiliki pengaruh mendalam terhadap aspek batin, moral, dan spiritual ( ruhiyyah ). Artikel ini akan membahas tantangan pangan modern dan menawarkan solusi yang selaras dengan pandangan Ibnu Khaldun dan prinsip Islam: konsep makanan Halal dan Thayyib .
Perkembangan peradaban diistilahkan Ibnu Khaldun sebagai transisi dari kehidupan suku Badui arab yang digambarkan sebagai suku di pedesaan dan pengembara untuk selanjutnya menuju kehidupan masyarakat kota yang telah mencapai puncaknya di era modern. Namun kemajuan ini membawa konsekuensi negatif pada kualitas asupan pangan masyarakat
Gaya Hidup Instan dan Konsumtif perkotaan, padatnya rutinitas mendorong masyarakat memilih makanan cepat saji yang praktis, sering kali tinggi lemak, gula, dan rendah nutrisi. Pemilihan makanan lebih didorong oleh kemudahan dan kenikmatan sesaat, mengesampingkan pertimbangan kesehatan dan spiritual. Walaupun karya ini ditulis di abad pertengahan namun konteks ini masih relevan hingga kini.
Kemajuan teknologi pengolahan makanan membuat identifikasi kehalalan (halal) dan kebaikan (thayyib) suatu produk menjadi semakin rumit dan bias. Banyaknya zat aditif, pengawet, serta proses produksi yang diragukan menimbulkan krisis kepercayaan terhadap makanan yang dikonsumsi. Pola konsumsi yang salah telah memicu permasalahan kesehatan masif (obesitas, diabetes, penyakit degeneratif). pada sisi lain, Ibnu Khaldun telah mengingatkan bahwa kemewahan dan kenikmatan yang berlebihan (seperti makanan berlimpah dan mewah di perkotaan ) cenderung melunturkan ashabiyah (solidaritas sosial) dan mendekatkan suatu peradaban pada kelemahan karakter serta kehancuran moral.
Gambaran perkotaan yang Ibnu Khaldun sampaikan dalam bukunya kini sudah merambah sampai desa, sumber informasi yang cepat dan mudah didapat mengantarkan banyak orang pada kenikmatan semu yang divisualisasi. Kenikmatan tidak hanya di mulai dari insting pengecap, kini telah lebih jauh melibatkan indra penglihatan. Layar Gawai maupun televisi memperlihatkan banyak tayangan tentang makanan yang terlihat nikmat kemudian masyarakat jauh dari perkotaan melihat itu sebagai hal yang perlu diwujudkan Ketika mereka bepergian mengunjungi kota atau berusaha menirunya dengan membawa bahan-bahan dari kota dan mewujudkannya di wilayah mereka.
Solusi yang Ditawarkan: Konsep Makanan Halal dan ThayyibSolusi untuk mengatasi krisis pangan dan moral di era modern adalah kembali kepada prinsip syariat Islam, yaitu perintah untuk mengonsumsi makanan yang Halal dan Thayyib, sebuah konsep yang mencakup tiga dimensi integral: hukum, fisik, dan spiritual.
Dalam Mukaddimah, Ibnu Khaldun secara eksplisit menguraikan bagaimana makanan memengaruhi watak, Masyarakat Badui yang hidup sederhana dan mengonsumsi makanan yang minim dan alami memiliki watak yang lebih berani, teguh, dan menjauhi perilaku buruk. Sebaliknya, masyarakat kota dengan makanan yang mewah, berlimpah, dan diolah secara berlebihan cenderung menciptakan individu yang lembut, manja, kurang mandiri, dan mudah terjerumus dalam sifat buruk. Hal ini menunjukkan bahwa jenis dan jumlah asupan makanan memengaruhi karakter jiwa, baik untuk berani atau menjadi pengecut, kuat atau lemah.
Dimensi Halal dan Thayyib
Konsep Halal dan Thayyib adalah kerangka utuh yang menjawab pandangan Ibnu Khaldun dan kebutuhan manusia:
![]() |
| Tema disampaikan pada Upacara bendera di Lingkungan SMAN 23 Garut |
Thayyib Berarti baik, suci, enak, bergizi, dan tidak membahayakan. Makanan thayyib memastikan kesehatan fisik dan mental terjaga, dua dimensi ini perlu dipertegas dalam kehidupan sehari-hari karena kedua bagian ini tidak dapat dipisahkan, enak saja tidak cukup harus bergizi, bergizi saja tidak cukup harus halal.
Asupan yang bersih dan thayyib menjadi sarana untuk menumbuhkan kejernihan pikiran, membantu dalam mengerjakan amal saleh, dan berkontribusi pada terbentuknya kepribadian yang luhur. Hadis Nabi Muhammad SAW telah menegaskan bahwa makanan yang haram dapat menjadi penyebab doa tidak diijabah. Ini menunjukkan makanan tidak hanya memengaruhi aspek fisik, tetapi juga kualitas spiritual manusia, yang menjadi esensi dari ruhiyyah .
Pandangan Ibnu Khaldun menegaskan bahwa keseimbangan fisik, karakter, dan moral sangat ditentukan oleh asupan makanan. Konsep Halal dan Thayyib adalah jalan keluar komprehensif di tengah rumitnya pangan modern. Dengan memprioritaskan makanan yang tidak hanya Halal sesuai hukum, tetapi juga Thayyib baik dan sehat, manusia dapat menjaga kesehatan raga, membentuk karakter yang kuat, serta memelihara kejernihan jiwa dan ruhani demi mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.
DAFTAR BACAAN
Khaldun, Ibnu. Mukaddimah. Terj. Malik Supar, Lc. dan Abidun Zuhri. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2011.
Shihab, M. Quraish. Tafsir al-Misbah: Peran, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an . Jakarta: Lentera Hati, 2002. Wawasan Al-Qur’ān: Tafsir Maudhui Atas Pelbagai Persoalan Umat . Bandung: Mizan, 1998.
Soehardi, Soenarso. Memelihara Kesehatan Jasmani Melalui Makanan . Bandung: Penerbit ITB, 2004.
Sucipto. “Halal Dan Haram Menurut Al-Ghazali Dalam Kitab Mau’idhotul Mukminin”. Jurnal Hukum Ekonomi Syari’ah ASAS , Vol. 4 No. 1 (2012).
Suriansah, Dedi. Pemikiran Sa'id Hawwa tentang jiwa: Studi analisis perjalanan jiwa menuju Allah . Tesis, Medan: IAIN Sumatera Utara, 2012.
Syati, Aisyah Bintu. Manusia dalam Perspektif al-Qur'an . Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015.


Posting Komentar untuk " Pentingnya Makanan Sehat Menurut Ibnu Khaldun: Menguatkan Jiwa dan Ruh Melalui Makanan Halal dan Thayyib"