sejarah31.com - H. Agus Salim, yang memiliki julukan "Singa Podium" dikenal dengan kepaiwaannya mengolah bahasa, ketegasan serta kecerdasan dalam menyampaikan gagasan-gagasaan bangsa di tengah ruang diskusi yang dienuhi para penjajah, ternyata juga merupakan sosok ayah dan pendidik yang luar biasa bagi kedelapan anaknya. Di tengah kesibukannya memperjuangkan kemerdekaan Indonesia, ia dan sang istri, Zaenatun Nahar, memilih jalur pendidikan rumah (homeschooling) bagi anak-anak mereka. Keputusan yang terbilang revolusioner pada masanya ini didasari oleh ketidakpuasan H. Agus Salim terhadap sistem pendidikan kolonial yang dianggap diskriminatif dan tidak memerdekakan jiwa.
Pendidikan di rumah ala H. Agus Salim bukan berarti tanpa aturan. Justru, ia menanamkan disiplin yang kuat pada anak-anaknya, bukan melalui paksaan, melainkan melalui keteladanan. Ia menunjukkan langsung bagaimana seharusnya hidup dijalani dengan sederhana, jujur, bertanggung jawab, dan penuh pengorbanan. ke delapan anaknya menyaksikan ayahnya yang gemar membaca, menulis, berdiskusi, beribadah, dan aktif menolong sesama. Inilah kurikulum utama dalam keluarga Salim: keteladanan sebagai inti pendidikan.
Salah satu ciri khas pendidikan H. Agus Salim adalah suasana belajar yang fleksibel dan menyenangkan. Tidak ada jadwal belajar yang kaku. Anak-anak belajar membaca, menulis, berhitung, serta ilmu agama dan budi pekerti sambil bermain atau dalam obrolan sehari-hari. Ia dan istrinya bahkan mengajak anak-anak berbicara dalam bahasa Belanda sejak lahir, sebuah langkah visioner untuk membekali mereka dengan bahasa ilmu pengetahuan pada masa itu.
H. Agus Salim juga mendorong anak-anaknya untuk berpikir kritis dan berani berpendapat. Ia membuka ruang diskusi yang hangat, tidak keberatan dibantah asalkan dengan alasan yang tepat. Baginya, pendidikan bukan sekadar transfer ilmu, tetapi juga menumbuhkan daya nalar dan nurani. Ia memperlakukan anak-anaknya sebagai individu yang utuh, yang memiliki hak untuk bertanya, mengkritik, dan memiliki pandangan sendiri.
Lebih dari sekadar kepintaran akademis, H. Agus Salim mengutamakan pendidikan karakter dan akhlak. Ia menanamkan nilai-nilai Islam, kemanusiaan, dan kebangsaan sejak dini. Dalam sebuah kisah, ketika seorang anaknya hendak mencuri karena lapar, H. Agus Salim tidak marah, melainkan menjelaskan makna amanah dan keadilan, menanamkan pemahaman bahwa kesulitan tidak menghalalkan segala cara.
Metode pendidikan H. Agus Salim terbukti berhasil. Kedelapan anaknya tumbuh menjadi individu yang cerdas, berkarakter kuat, mandiri, dan memiliki kontribusi positif bagi bangsa. Mereka menguasai berbagai bahasa asing, memiliki wawasan luas, dan memiliki semangat juang yang tinggi seperti ayah mereka.
Kisah H. Agus Salim dalam mendidik anak-anaknya memberikan inspirasi berharga bagi para orang tua masa kini. Di tengah tantangan zaman yang semakin kompleks, prinsip-prinsip pendidikannya tetap relevan:
Keteladanan: Orang tua adalah contoh utama bagi anak-anak.
Fleksibilitas dan Kenyamanan: Ciptakan suasana belajar yang menyenangkan dan tidak menekan.
Berpikir Kritis dan Dialog: Dorong anak untuk bertanya, berpendapat, dan bernalar.
Pendidikan Karakter: Utamakan pembentukan akhlak dan nilai-nilai luhur.
Keseimbangan Ilmu Dunia dan Akhirat: Bekali anak dengan pengetahuan yang bermanfaat untuk kehidupan dunia dan spiritual.
Dengan meneladani H. Agus Salim, kita dapat membangun generasi penerus bangsa yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga memiliki karakter yang kuat dan cinta tanah air. Pendidikan di rumah, dengan sentuhan kasih sayang dan keteladanan orang tua, terbukti mampu melahirkan individu-individu berkualitas yang siap berkontribusi bagi kemajuan bangsa dan negara.
0 comments: