Sabtu, 23 Januari 2021

Gaung Garut pada Ujung Gunting Cukur

Oleh : Wawan Hermawan. 



Asgar, mungkin julukan ini sudah tidak asing lagi di telinga banyak orang, julukan Asgar biasa disematkan pada tukang cukur yang berasal dari Garut. Julukan ini ternyata telah menjelma sebagai sumber informasi tentang Garut secara tidak langsung, melalui para tukang cukur ini lah Garut semakin dikenal. Kehebatan-kehebatan tukang cukur dari Garut  tidak dapat diragukan lagi, sekelas presiden Republik Indonesia mempercayakan potongan rambutnya pada tukang cukur asal Garut.

Banyak orang yang pada awalnya menganggap panggilan ini sebagai tindakan kurang mengenakan, merujuk pada profesi tukang cukur yang sering dianggap sebagai profesi rendahan namun seiring dengan perkembangan Zaman kini profesi sebagai tukang cukur tidak lagi di pandang sebelah mata.

Seniman-seniman cukur ini tentunya tidak lahir begitu saja, ada sejarah panjang yang pada akhirnya membentuk stereotip tentang tukang cukur asal Garut, Menurut Ali Rahman Salah seorang tokoh Cukur di daerah Banyuresmi mengatakan awal mula tukang cukur Kabupaten Garut dimulai tahun 1937. Tepatnya di Kampung Bantarjati, Desa Bagendit, Bayuresmi, Garut. Saat itu ada salah satu warga Bantarjati bernama Idi dipercaya menjadi tukang cukur prajurit Jepang, yang kemudian mewariskan keahliannya secara turun-temurun kepada warga sekitar. Fatsa Anjani sebagai penulis buku Peradaban Rambut Nusantara mengatakan penyebaran para tukang cukur Garut terkait dengan pemberontakan DI/TII di era 1940-an yang membuat warganya harus mengungsi ke daerah lain. Untuk bertahan hidup, mereka menjalani profesi juru cukur.

Kelahiran tukang cukur dari Garut juga tidak terlepas dari tokoh berpengaruh Salah satunya yaitu Rizal Fadhillah atau sering dikenal dengan Abah Atrox, Atrox sendiri berarti berkelana kata Atrox ini disematkan pada Rizal Fadillah karena pengalamannya yang telah melanglang buana untuk mencukur. Abah Atrox sendiri merupakan seorang seniman cukur yang peduli akan perkembangan tukang cukur di Garut, ia memutuskan untuk mendirikan sekolah Cukur Abah Atrox tepatnya berada di Kampung Peundeuy Kecamatan Banyuresmi Garut. 

Pada awal keputusannya mendirikan sekolah, masyarakat sekitar melihat ini sebagai lelucon belaka, dikarenakan orang-orang di daerah Banyuresmi sudah terbiasa dengan cukur mencukur bahkan tanpa perlu belajar keiatan mencukur seperti sudah mendarah daging di turunkan secara turun temurun, namun tujuan dari sekolah ini bukan hanya untuk orang-orang Banyuresmi saja namun dapat lebih luas lagi jangakaunnya.

Berkat kepedulian dari Abah Atrox kini para tukang cukur garut memiliki sertifikasi profesi yang lebih jelas, agar kemampuan dalam mencukurnya lebih di akui baik lokal maupun mancanegara. Murid Abah Atrox tidak hanya warga lokal Jawa Barat ia juga telah mengajar beberapa anak negeri yang datang dari luar pulau seperti Palembang, Batam, Padang, Hingga Maluku merekalah yang nantinya akan mengenalkan Garut secara tidak langsung. 

Sekolah cukur ini menjadi wajah baru bagi Garut untuk terus memecut pariwisata di daerah tersebut. Selain itu cukur mencukur telah menjadi motor penggerak roda perekonomian warga Banyuresmi garut, mereka tidak hanya menjual jasa cukur tetapi menyuguhkan peralatan cukur yang juga berkualitas. Bahkan berdasarkan pengakuan kepala desa Ahmad Hidayat dalam Wawancaranya bersama liputan6.com pada tahun 2017, daya jelajah warganya sebagai tukang cukur  mampu membuat wajah desa terlihat berkembang lebih maju.  

Seharunya kini orang-orang datang ke Banyuresmi Garut bukan hanya berwisata menikmati keindahan alam Garut yang melegenda yaitu Situ Bagendit, namun belajar tentang bagaimana menjadi seniman cukur yang memiliki ciri. 


PEREMPUAN DAN LITERASI

 PEREMPUAN DAN LITERASI

 PEREMPUAN DAN LITERASI

Peranan Raden Ajoe Laksminingrat Dalam Pendidikan Kaum Perempuan Di Kabupaten Garut Pada Masa Kolonial Belanda

Oleh : Nur Tri Kartini

Raden Ayu Lasminingrat (Foto: kemdikbud.go.id)

Membicarakan Pendidikan di Indonesia yang kala itu disebut Hindia Belanda, maka tidak lepas dari Politik Etis. Politik Etis secara resmi ditetapkan pada bulan September 1901, ketika Wilhelmina menyampaikan pidato tahunan yang menyatakan bahwa belanda harus membalas budi pada hindia. Seperti yang kita ketahui Bersama bahwa politik etis terdiri dari tiga hal yaitu Pendidikan, irigasi dan transmigrasi. Politik etis memberikan dapak yang cukup besar dalam bidang Pendidikan diantaranya lahirnya sekolah-sekolah di hindia belanda baik yang didirikan oleh pemerintah belanda maupun yang didirikan oleh masyarakat. Selain itu lahir juga lapisan masyarakat baru yaitu kaum terpelajar yang akan memberikan banyak kontribusi bagi perjuangan bangsa Indonesia. 

Pendidikan di hindia belanda sebetulnya sudah ada sejak tahun 1850an, hanya saja jumlahnya sangat terbatas dan hanya untuk kalangan tertentu seperti sekolah dokter jawa yang sudah ada sejak 1851 dan sekolah guru yang sudah dirikan sejak 1875 atau sekolah pamong praja yang bertujuan menyediakan tenaga kerja rendahan untuk mengurus administrasi. Sekolah-sekolah tersebut tentunya bertujuan untuk kesejahteraan belanda di wilayah jajahan. Politik etis sedikit memberikan pengaruh pada tujuan adanya Pendidikan, sehingga Pendidikan setelah tahun 1901 bertujuan untuk “membalas budi”, salah satunya dengan menambah jumlah Lembaga Pendidikan. 

Pendidikan yang digaungkan melalui politik etis juga memeberikan dapak bagi kaum perempuan. Sehingga lahirlah perempuan-perempuan terdidik pada masanya, seperti Raden Ajeng Kartini, Raden Dewi Sartika dan Raden Ajoe Laksminingrat. Dua tokoh yang penulis sebutkan sudah sering terdengar namanya dan sudah diakui sebagai pahlawan nasional. Tetapi satu orang yaitu Raden Ajoe Laksminingrat mungkin jarang terdengar apalagi bagi orang yang tidak tinggal di wilayah jawa barat. Bahkan Ketika penulis menanyakan kepada beebrapa peserta didik disalah satu sekolah di kabupaten Garut Sebagian besar belum mengetahui ada tokoh yang bernama Raden Ajoe Laksminingrat. Ketidaktahuan ini merupakan hal wajar karena nama Raden Ajoe Laksminingrat belum terdapat dalam buku-buku pelajaran yang menjadi bacaan wajib mereka. Padahal betapa akan sangat menariknya sebuah pelajaran sejarah jika digali dari sejarah lokalnya sendiri. Inilah yang menjadi salah satu alasan penulis tertarik untuk mencoba sedikit menulis tentang kontribusi Raden Ajoe Lasminingrat bagi Pendidikan khususnya Pendidikan perempuan di wilayah Garut.

Raden Ajoe Lasminingrat terlahir pada tahun 1843 sebagai putri dari seorang Kepala Penghulu Kabupaten Limbangan, yang juga seorang sastrawan Sunda yang terkenal pada zamannya, yaitu Raden Hadji Moehamad Moesa dan Ibunya, Raden Ajoe Rija. Kesadaran akan pentingnya pendidikan sudah dimiliki oleh ayah dari Raden Ajoe Laksminingrat, ayah beliau memberikan ijin putrinya untuk belajar. Bukan hanya belajar yang terkait dengan keahlian sebagai seorang wanita seperti memasak, menyulam, menjahit tetapi juga meliputi pengetahuan dari eropa dianataranya kemampuan terkait berbahasa belanda dengan tetap mempelajari Bahasa ibu yaitu Bahasa sunda. Sehingga Raden Ajoe Laksminingrat tumbuh menajadi perumpua yang fasih berbahsa Belanda. 

Sepak terjang RA Laksminingrat memang sangat dipengaruhi oleh sosok ayahnya yang merupakan sastrawan sunda terkemuka di wilayah Limbangan. Buah Jatuh tidak jauh dari pohonya mungkin itulah pribahasa yang cocok bagi cerita kehidupan RA laksminingrat. Beliau mewarisi kemampuan menjadi sastrawan dari ayahnya, kelak Raden Ajoe Lasminingrat dikenal dengan penerjemah karya-karya belanda kedalam Bahasa sunda. 

Layaknya RA Kartini yang memiliki Rosa Abendanon, R.A. Laksminingrat juga mendapat dukungan dari Karel Frederick Holle yang merupakan seorang administrator perkebunan dan juga sahabat dari ayah RA Laksminingrat. K.F. Holle sangat memuji R. A. Lasminingrat yang begitu tepat menyadur dan menerjemahkan cerita-cerita karangan Grimm ke dalam bahasa Sunda. Selain itu R. A Lasminingrat juga terlibat dalam “proyek” penyusunan buku-buku pelajaran bahasa Sunda yang dibiayai oleh pemerintah Belanda. Buku-buku yang diterjemahkan dan diterbitkan menjadi buku bacaan wajib HIS dan Schakelschool hingga akhir penjajahan Belanda. Hal serupa juga ditulis oleh Dicky Muhammad M dalam tulisannya Peran Karel Frederick Holle dalam perkembangan pertanian dan Pendidikan di Garut, dalam tulisan ini juga dijelaskan bahwa K.F Holle memberika dukungan dan dorongan bagi Raden Ajoe Laksminingrat untuk mendirikan sekolah perempuan di kewedanaan Limbangan yaitu Sakola Kaoetamaan Istri. 

Keberhasilan Raden Ajoe Laksminingrat mendirikan Sakola Kaoetamaan Istri pada tahun 1907 tidak terlepas dari hubungan timbal balik dengan Raden Dewi Sartika yang sudah lebih dulu mendirikan Sakola Istri pada tahun 1904. Sehingga pada tahun-tahun tersebut Kabupaten bandung dan Kabupaten Limbangan sudah memiliki fasilitas Pendidikan bagi kaum perempuan pribumi. Sebuah Lembaga yang berupaya membangun kepercayaan diri perempuan dengan memiliki banyak keahlian dan tentunya keahlian membaca dan menulis yang saat itu masih menjadi barang mewah bagi sebagian besar perempuan pribumi. Namun perjuang R.A Lakminingrat juga terpengaruh oleh situasi politik saat itu yang menjadikan Kabupaten limbangan harus berubah menjadi kabupaten Garut karena dampak tersebut R.A. Laksminingrat harus pindah dari pendopo kabupaten Garut ke sebuah rumah di Regentsweg yang sekarang dikenal sebagai jalan Siliwangi. Sakola Kaoetamaan Istri terus berlanjut sampai dengan masa penjajahan jepang yang kemudian diubah Namanya menjadi Sekolah Rakyat. Pada tahun 1950 berubah nama menajdi SD Negeri Ranggalawe I dan IV dan saat ini Namanya sudah berubah menjadi SD Negeri Regol VII dan X. 

Bagi saya yang berprofesi sebagai seorang guru sejarah di kabupaten Garut sosok R.A. Laksminingrat sangatlah mengispirasi. Pada masa itu beliau sudah mampu memperjuangkan Pendidikan bagi kaumnya, meneerjemahkan beberapa buku berbahasa asing yang bahkan saat ini keahlian tersebut belum tentu dimiliki oleh seorang pendidik. Selain itu Laksminingrat juga dapat dijadikan tokoh yang dikaji dalam pembelajaran sejarah, tokoh lokal yang kiprahnya sudah diakui oleh bangsa lain. Dengan harapan peserta didik dapat memperoleh nilai-nilai positif dan terinspirasi semangat Laksminingrat dalam memperjuangkan hak khususnya hak untuk mendapatkan Pendidikan yang layak. Sejauh yang penulis ketahui nama R.A. Laksminingrat sejak Tahun 2016 dijadikan nama sebuah Gedung Serbaguna di wilayah kabupaten Garut yang terletak di jalan Jendral Ahmad Yani.